November 19, 2008

Kebudayaan Minahasa

Di tanah Minahasa sendiri terdapat kaum pendatang dengan mempunyai ciri seperti: Kaum Kuritis yang berambut keriting, Kaum Lawangirung (berhidung pesek) Kaum Malesung/Minahasa yang menurunkan suku-suku: Tonsea, Tombulu, Tompakewa, Tolour, Suku Bantenan (Pasan, Ratahan), Tonsawang, Suku Bantik masuk tanah minahasa sekitar tahun 1590. Suku Minahasa atau Malesung mempunyai pertalian dengan suku bangsa Filipina dan Jepang, yang berakar pada bangsa Mongol di dataran dekat Cina. Hal ini nyata tampak dalam bentuk fisik seperti mata, rambut, tulang paras, bentuk mata, dll.
Nama Minahasa telah berganti beberapa kali,mulai dari Batacina, Malesung, Minaesa,dan baru terakhir bernama minahasa yang berarti menjadi satu kesatuan. Sejarah minahasa dibagi kedalam beberapa periode sebelum Malesung terjadi pada tahun sebelum tahun 690. Untuk era Malesung mulai tahun 690 – 1400, Era Minaesa pada tahun 1400 – 1523, sedangkan Minahasa mulai tahun 1523 sampai sekarang.
Bahasa Minahasa termasuk rumpun bahasa Filipina Tetua- tetua Minahasa menurunkan sejarah kepada turunannya melalui cerita turun temurun biasanya dilafalkan oleh Tonaas saat kegiatan upacara membersihkan daerah dari hal- hal yang tidak baik bagi masyarakat setempat saat memulai tahun yang baru dan dari hal kegiatan tersebut diketahui bahwa Opo Toar dan Opo Lumimuut adalah nenek moyang masyarakat Minahasa, meskipun banyak versi tentang riwayat kedua orang tersebut.
Keluarga Toar Lumimuut sampai ketanah Minahasa dan berdiam disekitar gunung Wulur Mahatus, dan berpindah ke Watuniutakan Sampai pada suatu saat keluarga bertambah jumlahnya maka perlu diatur mengenai interaksi sosial didalam komunitas tersebut, yang melalui kebiasaan peraturan dalam keturunannya nantinya menjadi kebudayaan minahasa. Demikian juga dengan isme atau kepercayaan akan sesuatu yang lebih berkuasa atas manusia sudah dijalankan di Minahasa sejak awal.
 GEOGRAFIS
Minahasa adalah semenanjung yang terletak di bagian paling utara dari semenanjung pulau Sulawesi, yaitu antara 0 derajat 51’ dan 1 derajat 51’ 40” lintang utara dan antara 123 derajat 21’ 30” dan 125 derajat 10’ bujur Timur. Luas semenanjung adalah 5373 kilometer persegi. Iklim daerah Minahasa terpegaruh oleh angin muson. Pada bulan September sampai April, bertiup angin pembawa hujan lebat. Bulan Mei sampai November bertiup angin selatan ke barat laut. curah hujan di darerah pedalaman Minahasa terhitung tinggi yaitu 4188mm pertahun dan jumlah curah hujan mencapai 195 hari. Suhu pesisir pantai agak tinggi, namun daerah pegunungan temperatur menunjukkan 26-27 derajat celsius pada musim hujan.
Minahasa juga terkenal oleh sebab tanahnya yang subur yang menjadi rumah tinggal untuk berbagai variasi tanaman dan binatang, didarat maupun dilaut. Tertutup dengan daunan hijau pepohonan kelapa dan kebun-kebun cengkeh, tanah itu juga menyumbang variasi buah-buahan dan sayuran yang lengkap. Fauna Sulawesi Utara mencakup antara lain binatang langkah seperti burung Maleo, Cuscus, Babirusa, Anoa dan Tangkasii (Tarsius Spectrum).
Kebanyakan penduduk Minahasa adalah orang yang beragama Kristen, yang ramah dan salah satu suku-bangsa yang paling dekat dengan negara barat. Hubungan pertama dengan orang Eropa terjadi saat pedagang Espanyol dan Portugal tiba disana. Saat orang Belanda tiba, agama Kristen tersebar terseluruhnya. Tradisi lama jadi terpengaruh oleh keberadaan orang Belanda. Kata Minahasa berasal dari confederasi masing-masing suku-bangsa dan patung-patung yang ada jadi bukti sistem suku-suku lama.
Melayu Manado adalah bahasa umum yang dipergunakan dalam komunikasi antara orang – orang dari sub – sub etnik Minahasa maupun antara mereka dengan penduduk dari suku – suku bangsa lainnya, baik dalam lingkungan pergaulan kota maupun dalam lingkungan pergaulan desa. Bahkan lebih dari itu, terutama di kota – kota, secara umum menggunakan Melayu Manado sebagai bahasa ibu, menggantikan bahasa pribumi Minahasa atau suku bangsa yang bersangkutan.
A. ORGANISASI SOSIAL
 SISTEM KEMASYARAKATAN
Pusat aktivitas kemasyarakatan disebut kampung yang dipimpin oleh hukum tua. Setiap kampung terdiri atas 3 jaga yang dikepalai kepala jaga. Setiap jaga dibagi lagi menjadi wilayah yang lebih kecil yang dikepalai oleh meweteng. Dalam hukum tua, kepala-kepala jaga, dan meweteng merupakan satu lembaga pemerintahan kampung atau negorij bestuur. Adapun pejabat-pejabat lainnya yaitu:
a. juru tulis yang bertugas sebagai administrasi kampung
b. pengukur tanah yang ahli dalam penentuan batas-batas tanah milik perorangan maupun tanah milik kampung
c. mantri aer yang bertugas menjaga dan memperbaiki saluran-saluran air, mengatur pembagiannya ke sawah-sawah.
d. tukang palakat yang bertugas meneriakkan pengumuman, peraturan kampong atau pemerintah.
e. kapala jaga polisi yang bertugas dalam bidang keamanan kampong dan persoalan penunggakan pembayaran pajak.
Suatu kesatuan yang terdiri dari gabungan beberapa desa dikepalai oleh seorang kapala imbalak.

Dalam masyarakat kuno Minahasa dikenal stratifikasi sosial yang bersifat resmi, dengan hak dan kewajiban tertentu dalam tiap lapisan tersebut :
1. Lapisan atas adalah makarua siow atau walian dan tonaas yaitu golongan yang mengatur agama
2. Lapisan tengah adalah makatelupitu yaitu golongan pemerintah dan penjaga negeri
3. Lapisan bawah adalah pasiowan telu yaitu golongan rakyat biasa.
Dalam segala aktivitasnya seperti upacara perkawinan, kematian, mengawali pertanian, dan prayaan lain selalu tampak adanya bantu-membantu berdasarkan asas timbal balik. Bantu membantu tersebut tidak hanya di kalangan kerabat saja, tetapi juga meliputi warga sejaga, sekampung, bahkan sekecamatan. Saat ini telah terbentuk berbagai organisasi kerukunan baik yang berupa kerukunan pakasaan (bekas kesatuan wilayah atau distrik) maupun kerukunan berdasarkan ikatan keluarga

Dalam kehidupan organisasi sosial masyarakat Minahasa sangat dikenal istilah Mapalus. Mapalus yaitu kegiatan bantu – membantu dan kerja sama. Jadi mapalus adalah istilah lain dari gotong royong. Mapalus sering dilakukan dalam hal – hal penting, seperti kematiaan dengan serangkaian upacara perkabungan dan penghiburan, perkawinan, dan perayaan – perayaan lainnya, serta dalam mengerjakan berbagai pekerjaan pertanian dan kepentingan rumah tangga maupun komunitas, tampak adanya gejala solidaritas berupa bantu – membantu dan kerja sama, terutama didasarkan pada prinsip resiprositas. Suatu bantuan yang dapat diberikan berupa tenaga, barang – barang atau uang, bersama dengan bentuk – bentuk penghormatan dan penghargaan, selalu harus disadari dan diberikan balasannya. Gejala solidaritas ini tidak hanya terlihat pada kalangan kerabat, tetapi juga pada kalangan yang lebih luas, meliputi warga serukun tetangga, sekampung, sekecamatan, atau diluar Minahasa, misalnya kerukunan – kerukunan famili, kecamatan, subetnik, dan kawanua.
Variasi mapalus sebagai suatu pranata sosial tradisional yang sangat penting adalah sangat besar. Kelompok Mapalus dapat dibentuk berdasarkan pada kepentingan bersama oleh sejumlah individu yang bersedia bekerja sama atas dasar prinsip resiprositas yang dalam pelaksanaanya terorganisasi seperti dalam bentuk perkumpulan – perkumpulan ( kumpulan ). Sekelompok orang yang ingin memenuhi suatu kebutuhan yang merupakan kebutuhan bersama, namun sulit dipenuhi secara perorangan, dapat membentuk suatu perkumpulan yang bertujuan untuk saling membantu dalam pemenuhannya, misalnya pembuatan jembatan, perbaikan jalan, dan sebagainya.
Kalau dahulu pranata mapalus banyak ditujukan pada saling bantu – membantu dalam pekerjaan – pekerjaan pertanian dari suatu kelompok yang berjumlah sekitar 20 orang, dengan prinsip timbal balik ( disebut juga ma’ando ). Selain pada bidang pertanian, mapalus juga digunakan untuk untuk mendirikan rumah atau mengganti atap rumah, atau kegiatan lain yang berhubungan dengan kedukaan.
 SISTEM PEMERINTAHAN
Sejak awal bangsa Minahasa tiada pernah terbentuk kerajaan atau mengangkat seorang raja sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintah adalah kepala keluarga yang gelarnya adalah Paedon Tu’a atau Patu’an yang sekarang kita kenal dengan sebutan Hukum Tua. Kata ini berasal dari Ukung Tua yang berarti Orang tua yang melindungi. Ukung artinya kungkung = lindung = jaga. Tua : dewasa dalam usia, berpikir, serta didalam mengambil kehidupan demokrasi dan kerakyatan terjamin Ukung Tua tidak boleh memerintah rakyat dengan sewenang-wenang karena rakyat itu adalah anak-anak dan cucu-cucunya, keluarganya sendiri Sebelum membuka perkebunan, berunding dahulu dan setelah itu dilakukan harus dengan mapalus Didalam bekerja terdapat pengatur atau pengawas yang di Tonsea disebut Mopongkol atau Rumarantong, di Tolour disebut Sumesuweng.
Di Minahasa tidak dikenal sistem perbudakan, sebagaimana lazimnya di daerah lain pada saman itu, seperti di kerajaan Bolaang,Sangir, Tobelo, Tidore dll. Hal ini membuat beberapa dari golongan Walian Makaruwa Siyow (eksekutif ingin diperlakukan sebagai raja. seperti raja Bolaang, raja Ternate, raja Sanger yang mereka dengar dan temui disaat barter bahan bahan keperluan rumah tangga. Setelah cara tersebut dicoba diterapkan dimasyarakat Minahasa oleh beberapa walian/hukum tua timbul perlawanan yang memicu terjadinya pemberontakan serentak di seluruh Minahasa oleh golongan rakyat /Pasiyowan Telu. Alasannya karena, bukanlah adat pemerintahan yang diturunkan Opo Toar Lumimuut, dimana kekuasaan dijalankan dengan sewenang-wenang.
Akibat pemberontakkan itu, tatanan kehidupan di Minahasa menjadi tidak menentu, peraturan tidak diindahkan. Adat istiadat rusak, perebutan tanah pertanian antarkeluarga. Hal ini membuat golongan makarua/makadua siow (tonaas) merasa perlu mengambil tindakan pencegahan dengan mengupayakan musyawarah raya yang dimotori oleh Tonaas-tonaas senior dari seluruh Minahasa di Watu Pinabetengan.
Dalam musyawarah yang dihadiri oleh seluruh keturunan Toar Lumimuut, memilih Tonaas Kopero dari Tompakewa sebagai ketua yang dibantu anggota Tonaas Muntuuntu dari Tombulu dan Tonaas Mandey dari Tonsea. Mereka bertugas untuk konsolidasi ketiga golongan Minahasa tsb
B. MATA PENCAHARIAN
Pada umumnya mata pencaharian masyarakat Minahasa adalah bertani, berladang, berdagang, dan nelayan. Untuk penduduk yang berada di daerah yang subur dengan ketersediaan air yang cukup. Kebanyakan mereka mengusahakan sawah, sedangkan bagi masyarakat yang berada di daerah tinggi yang subur banyak yang menanam sayur-mayur untuk perdagangan. Masyarakat yang berdiam di daerah yang tidak begitu subur kebanyakan hidup dari tanam-tanaman seperti pisang, ubi kayu, dan sebagainya. Pada daerah pesisir kalau mereka hidup dari tanah pertanian mereka hidup dari hasil kelapa.

Dalam sektor pertanian, berkembang perkebunan rakyat tanaman-tanaman industri terutama kelapa, cengkeh, kopi, dan pala. Akhir - akhir ini komoditi pertanian yang lain yaitu coklat, vanili, jahe putih, dan jambu mete mulai digiatkan secara intensif. Untuk meningkatkan hasil pertanian, petani meningkatkan secara ekstensifikasi maupun intensifikasi dengan menggunakan metode dan teknologi modern.
Persawahan menunjukkan perkembangan peningkatan produksi padi melalui perbaikan dan pembangunan irigasi, penggunaan pupuk, dan penggunaan bibit unggul. Pertebatan ikan mas dengan menggunakan metode baru.

Perladangan menetap tradisional yang umum di Minahasa adalah perladangan jagung, umumnya untuk konsumsi petani sendiri. Selain jagung, kebun sering ditanami pula dengan kacang merah, kacang tanah, kedelai, kacang hijau, dan berbagai jenis ubi. Penduduk yang tinggal di daerah pesisir pantai hidup dari hasil penangkapan ikan. Selain pengembangan perikanan laut yang dilaksanakan oleh Perikani yang berpusat di Aer Tembaga, terutama penangkapan dan pengolahan Cakalang, nelayan-nelayan tradisional mulai meninngkatkan produksi berbagai jenis ikan dan binatang laut dengan menggunakan alat-alat yang lebih baik, namun demikian penangkapan jenis-jenis binatang laut masih umum dijalankan dengan teknologi tradisional. Di desa-desa sekeliling Danau Tondano ada segolongan penduduk yang khusus menjalankan kegiatan menangkap berbagai jenis ikan dan binatang danau. Golongan nelayan ini mengisi sebagian dari kebutuhan protein hewani yang dapat diperoleh di pasar-pasar di kota-kota.
C. SISTEM KEKERABATAN
Orang Minahasa membenarkan kebebasan setiap orang untuk menentukan jodohnya sendiri. Namun terdapat pembatasan jodoh dalam perkawinan adat eksogami yang mewajibkan orang kawin diluar famili, ialah kelompok kekerabatan yang mencakup semua anggota keluarga batih dari saudara – saudara sekandung ibu dan ayah, baik laki – laki maupun perempuan, beserta semua anggota keluarga batih dari anak – anak mereka.
Sesudah menikah pengantin baru tinggal menurut aturan neolokal ( tumampas ) pada tempat kediaman baru dan tidak mengelompok di sekitar tempat kediaman kerabat suami maupun istri. Bentuk rumah tangga orang Minahasa dapat terdiri dari satu keluarga batih maupun lebih. Anak tiri atau anak angkat karena adopsi dianggap sebagai anggota kerabat penuh dalam keluarga batih maupun kelompok – kelompok kekerabatan yang lebih luas. Suatu rumah tangga memiliki lebih dari satu keluarga batih dapat terjadi bila sesudah perkawinan, rumah tangga baru ini tinggal bersama dengan salah satu orang tua mereka.
Dasar perwujudan keluarga batih orang Minahasa melalui adat perkawinan adalah monogami. Batas – batas dari hubungan kekerabatan ditentukan oleh prinsip keturunan bilateral, yaitu kekerabatan ditentukan berdasarkan garis keturunan pria maupun wanita.
Kelompok kekerabatan sekarang ini dengan prinsip keturunan taranak atau famili, dalam antropologi disebut kindred atau patuari. Suatu famili setidaknya meliputi ayah dan ibu dari sepasang suami istri, saudara ayah dan ibu serta anak – anak dan cucu – cucu mereka, saudara – saudara sekandung dari suami istri seera anak – anak dan cucu – cucu mereka, dan anak – anak sendiri. Identitas hubungan kekerabatan ialah nama famili yang disebut fam. Nama famili diambil dari nama suami atau ayah tanpa perubahan prinsip keturunan bilateral. Dengan bukti, penempelan papan – papan nama fam suami dan istri di depan rumah. Akan timbul suatu masalah jika identitas fam hilang, bila suami istri tidak memiliki anak laki – laki yang akan mendukung fam ayah mereka. Selain itu, terdapat juga masalah lain yang berhubungan dengan kekerabatan yaitu penurunan warisan yang terdiri dari semua harta milik yang diperoleh oleh suami istri sebagai warisan dari orang tua mereka masing – masing, ditambah dengan harta yang diperoleh ketika berumah tangga.
Berikut ini beberapa nama – nama famili dari orang Minahasa,
A
Abutan - Adam - Agou - Akai - Aling - Alow - Alui - Amoi - Andu - Anes - Angkouw - Anis - Antou - Arina - Assah - Awondatu - Awui – Assa
B
Bangkang - Batas - Bella - Bokong - Bolang - Bolung - Bokau - Bororing - Boyoh - Buyung
D
Damongilala - Damopoli - Damopoli'i - Danes - Dapu - Datu - Datumbanua - Dayoh - Dededaka - Deeng - Dendeng - Dengah - Dewat - Dien - Dimpudus - Dipan - Dirk
E
Egam - Egetan - Ekel - Elean - Eman - Emon - Emor - Endei - Engka - Enoch - Ering -
G
Ganda - Gerung - Gerungan - Gigir - Gimon - Girot - Goni - Goniwala - Gonta - Gosal - Gumalag - Gumansing - Gumion
H
Hombokau
I
Ilat - Imbar - Inarai - Ingkiriwang - Inolatan - Intama - Item - Iroth
K
Kaat - Kaawoan - Kaendo - Kaeng - Kaes - Kainde - Kairupan - Kalalo - Kalangi - Kalempou - Kalempouw - Kalengkongan - Kalesaran - Kalici - Kaligis - Kalitow - Kaloh - Kalonta - Kalumata - Kamagi - Kambey - Kambong - Kamu - Kandio - Kandou
L
Lala - Lalamentik - Lalowang - Laloh - Lalu - Laluyan - Lambogia - Lampah - Lampus - Lanes - Langelo - Langelo - Langi - Langitan - Langkai - Languyu - Lantang - Lantu - Laoh - Lapian - Lasut - Lefrandt Legi - Legoh - Lembong - Lempash - Lempou - Lempoy
M
Maengkom - Maengkong - Makaampoh - Mailangkay - Mailoor - Maindoka - Mainsouw - Mait - Makadada - Makal - Makaley - Makaliwe - Makangares - Makaoron - Makarawis - Makarawung - Makatuuk - Makawalang - Makawulur - Makiolol - Makisanti –
N
Nangka - Nangon - Nangoy - Naray - Nayoan - Nelwan - Nender - Ngala - Ngangi - Ngantung - Ngayouw - Ngion
O
Ogi - Ogot - Ogotan - Oleng - Oley - Ombeng - Ombu - Ompi - Ondang - Onibala - Onsu - Opit - Orah - Oroh - Otay
P
Paat - Pai - Paila - Pajow - Pakasi - Palangiten - Palar - Palenewen - Palenteng - Palilingan - Palit - Pamaruntuan - Panambunan - Panda - Pandean - Pandeiroth - Pandelaki - Pandey - Pandi - Pandong - Pangalila - Pangkahila - Pangau - Pangemanan
R
Raintung - Rakian - Rambi - Rambing - Rambitan - Rampangilei - Rampen - Rampengan - Ransun - Ranti - Rantung - Raranta - Rares - Rarun - Rasu - Ratag - Rattu - Ratulangi - Ratumbuisang - Raturandang - Ratuwalangaouw - Ratuwalangon - Ratuwandang - Rau - Rauta - Rawung - Regar - Rei - Rembang - Rembet - Rempas - Rende - Rengku -
S
Sabar - Saerang - Sahelangi - Sahensolar - Sakul - Salangka - Salem - Salendu - Sambouw - Sambuaga - Sambul - Sambur - Samola - Sampouw - Sangari - Sangeroki - Sangkaeng - Sangkoy - Sangkal - Sarapung - Saraun - Sarayar - Sariowan - Sarundayang - Saul - Seke - Seko - Sembel - Sembung - Semeke - Senduk - Sendow - Senewe -
T
Taas - Tairas - Talumepa - Talumewo - Tambahani - Tambalean - Tambani - Tambarici - Tambariki - Tambayong - Tambengi - Tambingon - Tamboto - Tambuntuan - Tambuwun - Tamon - Tampa - Tampanatu - Tampanguma - Tampemawa - Tampenawas - Tampi - Tampinongkol - Tandayu - Tangka - Tangkere - Tangkow - Tangkudung - Tangkulung -
U
Uguy - Ukus - Ulaan - Umbas - Umboh - Umpel - Undap - Unsulangi - Untu
W
Waani - Wagei - Wagey - Wagiu - Waha - Wahon - Wakari - Wala - Walalangi - Walanda - Walandouw - Walangitan - Walean - Walebangko - Walewangko - Walelang - Waleleng - Walian - Walintukan - Walukow - Waluyan - Wanei - Wangania - Wangkar

D. SISTEM RELIGI
Unsur – unsur religi pribumi masyarakat Minahasa terlihat dalam beberapa upacara adat, seperti masa kehamilan, kelahiran, perkawinan, dan kematian, melalui bentuk pemberian kekuatan gaib. Pemberian kekuatan gaib ini bertujuan supaya hidup tidak diganggu oleh makhluk – makhluk halus, dengan mengembangkan kompleks sistem upacaran pemujaan dikenal dengan ne’empungan atau ma’ambo atau masambo.
Pada mitologi Minahasa, mengenal sistem kepercayaan dengan banyak dewa. Untuk dewa tertinggi disebut Opo Wailan Wangko, dianggap pencipta seluruh alam dan dunia. Sedangkan dewa terpenting setelah dewa tertinggi adalah Karema, mewujudkan diri sebagai manusia sebagai petunjuk jalan bagi Lumimuut ( seorang wanita sebagai manusia pertama ) untuk mendapatkan keturunan seorang pria yang bernama Toar ( dewa pembawa adat ).
Pada sistem kepercayaan Minahasa juga dipercaya adanya roh leluhur atau opo atau dotu. Ada kepercayaan bahwa opo – opo yang baik akan senantiasa menolong manusia, yang dianggap sebagai cucu mereka ( puyun ). Di samping itu ada juga opo – opo yang memberikan kekuatan sakti untuk hal – hal yang tidak baik. Opo – opo dianggap jelmaan dari orang yang sakti atau pahlawan, seperti pemimpin – pemimpin komunitas besar ( kepala walak dan komunitas desa, tona’as ). Terdapat pula konsepsi makhluk hidup lainnya, seperti panunggu, lulu, puntianak, pok – pok dan lain sebagainya. Untuk menghadapi makhluk tersebut, peranan opo – opo sangat dirasakan untuk mengalahkan mereka. Roh ( mukur ) orang tua sendiri atau kerabat dekat yang sudah meninggal dianggap selalu berada di lingkungan sekitar keluarganya.
Kepercayaan ada bagian tubuh yang sakti, seperti rambut dan kuku. Juga hewan, seperti ular hitam dan burung hantu ( manguni ). Untuk tumbuhan, tawa’ang, goraka ( jahe ), balacai, jeruk suangi, dan lain – lain. Alat – alat senjata juga dianggap mempunyai kekuatan sakti yang harus dijaga dengan baik adalah keris, santi ( pedang panjang ), lawang ( tombak ), dan kelung ( perisai ). Ucapan berupa sumpah dan kutukan dapat mengakibatkan malapetaka. Benda jimat yang diwariskan oleh orang tua atau yang didapat dari walian atau tona’as, yang disebut paereten, merupakan benda yang kesaktiannya dipercaya.
Unsur kejiwaan dalam hidup manusia ialah gegenangan ( ingatan ), pemendam ( perasaan ) dan keketer ( kekuatan ). Gegenangan adalah unsur yang utama dalam jiwa. Sedang roh yang telah mati ( mukur ) merupakan penjelmaan dari gegenang.
Upacara – upacara keagamaan pribumi dilaksanakan pada malam hari di rumah tona’as atau di tempat – tempat keramat. Bila upacara tersebut dianggap penting dapat dilakukan di Watu Pinatebengan, tempat paling keramat di Minahasa, seperti upacara untuk mendapat kesaktian dari opo – opo.
Tokoh tradisional yang melakukan dan memimpin upacara – upacara keagamaan pribumi ialah walian, dapat dipegang oleh laki – laki atau pun wanita. Untuk sekarang sebutan tona’as lebih banyak dipergunakan, fungsinya yaitu sebagai medium untuk mendapatkan kekuatan sakti dari opo – opo. Juga berperan sebagai dukun untuk mengobati orang – orang sakit dengan teknik – teknik tradisional ( makatana ).
Namun untuk sekarang ini, kepercayaan orang Minahasa secara resmi telah memeluk agama – agama Protestan, Katholik, maupun Islam.
E. PRODUK BUDAYA
 RUMAH ADAT
Disebut dengan istilah wale atau bale, yaitu rumah/ tempat melakukan akivitas untuk hidup keluarga. Rumah adat Minahasa merupakan rumah panggung yang terdiri dari dua tangga didepan rumah. Menurut kepercayaan nenek moyang Minahasa peletakan tangga tersebut dimaksudkan apabila ada roh jahat yang mencoba untuk naik dari salah satu tangga maka roh jahat tersebut akan kembali turun di tangga yang sebelahnya.
Ada pula yaitu rumah kecil untuk tempat beristirahat, berlindung sewaktu hujan, memasak ataupun tempat menyimpan hasil panen sebelum dijual. Ciri utama rumah tradisional ini berupa "Rumah Panggung" dengan 16 sampai 18 tiang penyangga. Pada umumnya susunan rumah terdiri atas emperan (setup), ruang tamu (leloangan), ruang tengah (pores) dan kamar-kamar. Ruang paling depan (setup) berfungsi untuk menerima tamu terutama bila diadakan upacara keluarga, juga tempat makan tamu. Bagian belakang rumah terdapat balai-balai yang berfungsi sebagai tempat menyimpan alat dapur dan alat makan, serta tempat mencuci. Bagian atas rumah/loteng (soldor) berfungsi sebagai tempat menyimpan hasil panen seperti jagung, padi dan hasil lainnya. Bagian bawah rumah (kolong) biasanya digunakan untuk gudang tempat menyimpan papan, balok, kayu, alat pertanian, gerobak dan hewan rumah seperti anjing. Untuk melihat rumah tradisional adat Minahasa ini, dapat ditemukan pada desa-desa di Minahasa yang umumnya sebagian rumah masih berupa rumah panggung tradisional. Akan tetapi kebanyakan telah mengalami perubahan bentuk, sesuai dengan kebutuhan pemiliknya
 PAKAIAN ADAT
Di masa lalu busana sehari-hari wanita Minahasa terdiri dari baju sejenis kebaya, disebut wuyang (pakaian kulit kayu). Selain itu, mereka pun memakai blus atau gaun yang disebut pasalongan rinegetan, yang bahannya terbuat dari tenunan bentenan. Sedangkan kaum pria memakai baju karai, baju tanpa lengan dan bentuknya lurus, berwarna hitam terbuat dari ijuk. Selain baju karai, ada juga bentuk baju yang berlengan panjang, memakai krah dan saku disebut baju baniang. Celana yang dipakai masih sederhana, yaitu mulai dari bentuk celana pendek sampai celana panjang seperti bentuk celana piyama.
Pada perkembangan selanjutnya busana Minahasa mendapatkan pengaruh dari bangsa Eropa dan Cina. Busana wanita yang memperoleh pengaruh kebudayaan Spanyol terdiri dari baju kebaya lengan panjang dengan rok yang bervariasi. Sedangkan pengaruh Cina adalah kebaya warna putih dengan kain batik Cina dengan motif burung dan bunga-bungaan. Busana pria pengaruh Spanyol adalah baju lengan panjang (baniang) yang modelnya berubah menyerupai jas tutup dengan celana panjang. Bahan baju ini terbuat dari kain blacu warna putih. Pada busana pria pengaruh Cina tidak begitu tampak.
* Baju Ikan Duyung
Pada upacara perkawinan, pengantin wanita mengenakan busana yang terdiri dari baju kebaya warna putih dan kain sarong bersulam warna putih dengan sulaman motif sisik ikan. Model busana pengantin wanita ini dinamakan baju ikan duyung. Selain sarong yang bermotifkan ikan duyung, terdapat juga sarong motif sarang burung, disebut model salimburung, sarong motif kaki seribu, disebut model kaki seribu dan sarong motif bunga, disebut laborci-laborci.
Aksesori yang dipakai dalam busana pengantin wanita adalah sanggul atau bentuk konde, mahkota (kronci), kalung leher (kelana), kalung mutiara (simban), anting dan gelang. Aksesori tersebut mempunyai berbagai variasi bentuk dan motif. Konde yang menggunakan 9 bunga Manduru putih disebut konde lumalundung, sedangkan Konde yang memakai 5 tangkai kembang goyang disebut konde pinkan. Motif Mahkota pun bermacam-macam, seperti motif biasa, bintang, sayap burung cendrawasih dan motif ekor burung cendrawasih.
Pengantin pria memakai busana yang terdiri dari baju jas tertutup atau terbuka, celana panjang, selendang pinggang dan topi (porong). Busana pengantin baju jas tertutup ini, disebut busana tatutu. Potongan baju tatutu adalah berlengan panjang, tidak memiliki krah dan saku. Motif dalam busana ini adalah motif bunga padi, yang terdapat pada hiasan topi, leher baju, selendang pinggang dan kedua lengan baju.
* Busana Pemuka Adat
Busana Tonaas Wangko adalah baju kemeja lengan panjang berkerah tinggi, potongan baju lurus, berkancing tanpa saku. Warna baju hitam dengan hiasan motif bunga padi pada leher baju, ujung lengan dan sepanjang ujung baju bagian depan yang terbelah. Semua motif berwarna kuning keemasan. Sebagai kelengkapan baju dipakai topi warna merah yang dihiasi motif bunga padi warna kuning keemasan pula.
Busana Walian Wangko pria merupakan modifikasi bentuk dari baju Tonaas Wangko, hanya saja lebih panjang seperti jubah. Warna baju putih dengan hiasan corak bunga padi. Dilengkapi topi porong nimiles, yang dibuat dari lilitan dua buah kain berwarna merahhitam dan kuning-emas, perlambang penyatuan 2 unsur alam, yaitu langit dan bumi, dunia dan alam baka. Sedangkan Walian Wangko wanita, memakai baju kebaya panjang warna putih atau ungu, kain sarong batik warna gelap dan topi mahkota (kronci). Potongan baju tanpa kerah dan kancing. Dilengkapi selempang warna kuning atau merah, selop, kalung leher dan sanggul. Hiasan yang dipakai adalah motif bunga terompet.
 BAHASA
Dalam bahasa, Bahasa Minahasa termasuk rumpun bahasa Filipina. Di Minahasa ada sekitar empat bahasa daerah diantaranya bahasa Totemboan, Tombulu, Tonsea, Bantik, Tonsawang. Pernah ada bahasa Ponosakan dan Bentenan, tapi bahasa-bahasa itu sekarang sedang dalam proses kepunahan. Di samping bahasa-bahasa di atas ada bahasa Melayu Manado yang digunakan sebagai bahasa pergaulan umum di seluruh Minahasa malah sampai jauh di luar daerah Propinsi Sulawesi Utara.

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di Kota Minahasa selain menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa percakapan juga menggunakan bahasa daerah Minahasa. Seperti diketahui di Minahasa terdiri dari sembilan macam jenis bahasa daerah yang dipergunakan oleh delapan etnis yang ada, seperti Tountemboan, Toulour, Tombulu, dll. Bahasa daerah yang paling sering digunakan di Kota Minahasa adalah bahasa Tombulu, karena memang wilayah Minahasa termasuk dalam etnis Tombulu. Selain bahasa percakapan di atas, ternyata ada juga masyarakat di Minahasa dan Kota Minahasa khususnya para orang tua yang menguasai Bahasa Belanda karena pengaruh jajahan dari Belanda serta sekolah-sekolah jaman dahulu yang menggunakan Bahasa Belanda. Saat ini, semakin hari masyarakat yang menguasai dan menggunakan Bahasa Belanda tersebut semakin berkurang seiring dengan semakin berkurangnya masyarakat berusia lanjut.




 AKSARA

Sistem tulis Minahasa purbakala ialah Ideogramatis dan tanggal asalnya tidak diketahui. Ideogramatik artinya gambar atau simbol yang merupakan seorang, obyek atau ide, tetapi dengan gambar atau kalimat tetap. Sebagai contoh, tulisan Cina adalah ideogramatis. Tulisannya horisontal dan dari kiri ke kanan.
 TARIAN
* TARIAN KABASARAN
Menari dengan pakaian serba merah, mata melotot, wajah garang, diiringi tambur sambil membawa pedang dan tombak tajam, membuat tarian kabasaran amat berbeda dengan tarian lainnya di Indonesia yang umumnya mengumbar senyum dengan gerakan yang lemah gemulai. Tarian ini merupakan tarian keprajuritan tradisional Minahasa, yang diangkat dari kata; Wasal, yang berarti ayam jantan yang dipotong jenggernya agar supaya sang ayam menjadi lebih garang dalam bertarung.
Tarian ini diiringi oleh suara tambur dan / atau gong kecil. Alat musik pukul seperti Gong, Tambur atau Kolintang disebut “Pa ‘ Wasalen” dan para penarinya disebut Kawasalan, yang berarti menari dengan meniru gerakan dua ayam jantan yang sedang bertarung.

Kata Kawasalan ini kemudian berkembang menjadi Kabasaran yang merupakan gabungan dua kata “Kawasal ni Sarian” “Kawasal” berarti menemani dan mengikuti gerak tari, sedangkan “Sarian” adalah pemimpin perang yang memimpin tari keprajuritan tradisional Minahasa. Perkembangan bahasa melayu Manado kemudian mengubah huruf “W” menjadi “B” sehingga kata itu berubah menjadi Kabasaran, yang sebenarnya tidak memiliki keterkaitan apa-apa dengan kata “besar” dalam bahasa Indonesia, namun akhirnya menjadi tarian penjemput bagi para Pembesar-pembesar.

Tiap penari kabasaran memiliki satu senjata tajam yang merupakan warisan dari leluhurnya yang terdahulu, karena penari kabasaran adalah penari yang turun temurun. Tarian ini umumnya terdiri dari tiga babak (sebenarnya ada lebih dari tiga, hanya saja, sekarang ini sudah sangat jarang dilakukan). Babak – babak tersebut terdiri dari :
1. Cakalele, yang berasal dari kata “saka” yang artinya berlaga, dan “lele” artinya berkejaran melompat – lompat. Babak ini dulunya ditarikan ketika para prajurit akan pergi berperang atau sekembalinya dari perang. Atau, babak ini menunjukkan keganasan berperang pada tamu agung, untuk memberikan rasa aman pada tamu agung yang datang berkunjung bahwa setan-pun takut mengganggu tamu agung dari pengawalan penari Kabasaran.
2. Babak kedua ini disebut Kumoyak, yang berasal dari kata “koyak” artinya, mengayunkan senjata tajam pedang atau tombak turun naik, maju mundur untuk menenteramkan diri dari rasa amarah ketika berperang. Kata “koyak” sendiri, bisa berarti membujuk roh dari pihak musuh atau lawan yang telah dibunuh dalam peperangan.
3. Lalaya’an. Pada bagian ini para penari menari bebas riang gembira melepaskan diri dari rasa berang seperti menari “Lionda” dengan tangan dipinggang dan tarian riang gembira lainnya. Keseluruhan tarian ini berdasarkan aba-aba atau komando pemimpin tari yang disebut “Tumu-tuzuk” (Tombulu) atau “Sarian” (Tonsea). Aba-aba diberikan dalam bahasa sub–etnik tombulu, Tonsea, Tondano, Totemboan, Ratahan, Tombatu dan Bantik. Pada tarian ini, seluruh penari harus berekspresi Garang tanpa boleh tersenyum, kecuali pada babak lalayaan, dimana para penari diperbolehkan mengumbar senyum riang.
Busana yang digunakan dalam tarian ini terbuat dari kain tenun Minahasa asli dan kain Patola, yaitu kain tenun merah dari Tombulu dan tidak terdapat di wilayah lainnya di Minahasa, dimana kabasaran Minahasa telah memakai pakaian dasar celana dan kemeja merah, kemudian dililit ikatan kain tenun. Dalam hal ini tiap sub-etnis Minahasa punya cara khusus untuk mengikatkan kain tenun. Khusus Kabasaran dari Remboken dan Pareipei, mereka lebih menyukai busana perang dan bukannya busana upacara adat, yakni dengan memakai lumut-lumut pohon sebagai penyamaran berperang.
Sangat disayangkan bahwa sejak tahun 1950-an, kain tenun asli mulai menghilang sehingga kabasaran Minahasa akhirnya memakai kain tenun Kalimantan dan kain Timor karena bentuk, warna dan motifnya mirip kain tenun Minahasa seperti : Kokerah, Tinonton, Pasolongan, Bentenen. Topi Kabasaran asli terbuat dari kain ikat kepala yag diberi hiasan bulu ayam jantan, bulu burung Taong dan burung Cendrawasih. Ada juga hiasan tangkai bunga kano-kano atau tiwoho. Hiasan ornamen lainnya yang digunakan adalah “lei-lei” atau kalung-kalung leher, “wongkur” penutup betis kaki, “rerenge’en” atau giring-giring lonceng (bel yang terbuat dari kuningan).
Pada jaman penjajahan Belanda tempo dulu , ada peraturan daerah mengenai Kabasaran yang termuat dalam Staatsblad Nomor 104 B, tahun 1859 yang menetapkan bahwa:
1. Upacara kematian para pemimpin negeri (Hukum Basar, Hukum Kadua, Hukum Tua) dan tokoh masyarakat, mendapat pengawalan Kabasaran. Juga pada perkawinan keluarga pemimpin negeri.
2. Pesta adat, upacara adat penjemputan tamu agung pejabat tinggi Belanda Residen, kontrolir oleh Kabasaran.
3. Kabasaran bertugas sebagai “Opas” (Polisi desa).
4. Seorang Kabasaran berdinas menjaga pos jaga untuk keamanan wilayah setahun 24 hari.
Kabasaran yang telah ditetapkan sebagai polisi desa dalam Staatsblad tersebut diatas, akhirnya dengan terpaksa oleh pihak belanda harus ditiadakan pada tahun 1901 karena saat itu ada 28 orang tawanan yang melarikan diri dari penjara Manado. Untuk menangkap kembali seluruh tawanan yang melarikan diri tersebut, pihak Belanda memerintahkan polisi desa, dalam hal ini Kabasaran, untuk menangkap para tawanan tersebut. Namun malang nasibnya para tawanan tersebut, karena mereka tidak ditangkap hidup-hidup melainkan semuanya tewas dicincang oleh Kabasaran. Para Kabasaran pada saat itu berada dalam organisasi desa dipimpin Hukum Tua. Tiap negeri atau kampung memiliki sepuluh orang Kabasaran salah satunya adalah pemimpin dari regu tersebut yang disebut “Pa’impulu’an ne Kabasaran”. Dengan status sebagai pegawai desa, mereka mendapat tunjangan berupa beras, gula putih, dan kain.
* Tarian Maengket
Maengket adalah tari tradisional Minahasa dari zaman dulu kala sampai saat ini masih berkembang. Maengket sudah ada di tanah Minahasa sejak rakyat Minahasa mengenal pertanian terutama menanam padi di lading. Kalau dulu Nenek Moyang Minahasa, maengket hanya dimainkan pada waktu panen padi dengan gerakan-gerakan yang hanya sederhana, maka sekarang tarian maengket telah berkembang teristimewa bentuk dan tarinya tanpa meninggalkan keasliannya terutama syair/sastra lagunya. Maengket terdiri dari 3 babak, yaitu :
 Maowey Kamberu adalah suatu tarian yang dibawakan pada acara pengucapan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, dimana hasil pertanian terutama tanaman padi yang berlipat ganda/banyak.
 Marambak adalah tarian dengan semangat kegotong-royongan, rakyat Minahasa Bantu membantu membuat rumah yang baru. Selesai rumah dibangun maka diadakan pesta naik rumah baru atau dalam bahasa daerah disebut “rumambak” atau menguji kekuatan rumah baru dan semua masyarakat kampong diundang dalam pengucapan syukur.
 Lalayaan adalah tari yang melambangkan bagaimana pemuda-pemudi Minahasa pada zaman dahulu akan mencari jodoh mereka. Tari ini juga disebut tari pergaulan muda-mudi zaman dahulu kala di Minahasa.
* Tari Katrili
Menurut legenda rakyat Minahasa, tari katrili adalah salah satu tari yang dibawa oleh Bangsa Spanyol pada waktu mereka datang dengan maksud untuk membeli hasil bumi yang ada di Tanah Minahasa. Karena mendapatkan hasil yang banyak, mereka menari-nari tarian katrili.

Lama-kelamaan mereka mengundang seluruh rakyat Minahasa yang akan menjual hasil bumi mereka didalam menari bersama-sama sambil mengikuti irama musik dan aba-aba. Ternyata tarian ini boleh juga dibawakan pada waktu acara pesta perkawinan di tanah Minahasa.

Sekembalinya Bangsa Spanyol kenegaranya dengan membawa hasil bumi yang dibeli di Minahasa, maka tarian ini sudah mulai digemari Rakyat Minahasa pada umumnya. Tari katrili termasuk tari modern yang sifatnya kerakyatan.
 UPACARA ADAT
* PERNIKAHAN ADAT
Proses Pernikahan adat yang selama ini dilakukan di tanah Minahasa telah mengalami penyesuaian seiring dengan perkembangan jaman. Misalnya ketika proses perawatan calon pengantin serta acara Posanan (Pingitan) tidak lagi dilakukan sebulan sebelum perkawinan, tetapi sehari sebelum perkawinan pada saat Malam Gagaren atau malam muda-mudi. Acara mandi di pancuran air saat ini jelas tidak dapat dilaksanakan lagi, karena tidak ada lagi pancuran air di kota-kota besar. Yang dapat dilakukan saat ini adalah mandi adat Lumelek (menginjak batu) dan Bacoho karena dilakukan di kamar mandi di rumah calon pengantin. Dalam pelaksanaan upacara adat perkawinan sekarang ini, semua acara / upacara perkawinan dipadatkan dan dilaksanakan dalam satu hari saja. Pagi hari memandikan pengantin, merias wajah, memakai busana pengantin, memakai mahkota dan topi pengantin untuk upacara maso minta (toki pintu). Siang hari kedua pengantin pergi ke catatan sipil atau Departemen Agama dan melaksanakan pengesahan/pemberkatan nikah (di Gereja), yang kemudian dilanjutkan dengan resepsi pernikahan. Pada acara in biasanya dilakukan upacara perkawinan ada, diikuti dengan acara melempar bunga tangan dan acara bebas tari-tarian dengan iringan musik tradisional, seperti tarian Maengket, Katrili, Polineis, diriringi Musik Bambu dan Musik Kolintang.
Bacoho (Mandi Adat)
Setelah mandi biasa membersihkan seluruh badan dengan sabun mandi lalu mencuci rambut dengan bahan pencuci rambut yang banyak dijual di toko, seperti shampoo dan hair tonic. Mencuci rambut bacoho dapat dilakukan dengan dua cara, yakni cara tradisional ataupun hanya sekedar simbolisasi.
 Tradisi :
 Bahan-bahan ramuan yang digunakan adalah parutan kulit lemong nipis atau lemong bacoho (citrus limonellus), fungsinya sebagai pewangi; air lemong popontolen (citrus lemetta), fungsinya sebagai pembersih lemak kulit kepala; daun pondang (pandan) yagn ditumbuk halus, fungsinya sebagai pewangi, bunga manduru (melati hutan) atau bunga rosi (mawar) atau bunga melati yang dihancurkan dengan tangan, dan berfungsi sebagai pewangi; minyak buah kemiri untuk melemaskan rambut dicampur sedikit perasan air buah kelapa yang diparut halus. Seluruh bahan ramuan harus berjumlah sembilan jenis tanaman, untuk membasuh rambut. Sesudah itu dicuci lagi dengan air bersih lalu rambut dikeringkan.
 Simbolisasi :
 Semua bahan-bahan ramuan tersebut dimasukkan ke dalam sehelai kain berbentuk kantong, lalu dicelup ke dalam air hangat, lalu kantong tersebut diremas dan airnya ditampung dengan tangan, kemudian digosokkan kerambut calon pengantin sekadar simbolisasi.
Lumele’ (Mandi Adat): Pengantin disiram dengan air yang telah diberi bunga-bungaan warna putih, berjumlah sembilan jenis bunga yang berbau wangi, dengan mamakai gayung sebanyak sembilan kali di siram dari batas leher ke bawah. Secara simbolis dapat dilakukan sekedar membasuh muka oleh pengantin itu sendiri, kemudian mengeringkannya dengan handuk yang bersih dan belum pernah digunakan sebelumnya.
Upacara Perkawinan




Upacara perkawinan adat Minahasa dapat dilakukan di salah satu rumah pengantin pria ataupun wanita. Di Langowan-Tontemboan, upacara dilakukan dirumah pihak pengantin pria, sedangkan di Tomohon-Tombulu di rumah pihak pengantin wanita.
Hal ini mempengaruhi prosesi perjalanan pengantin. Misalnya pengantin pria ke rumah pengantin wanita lalu ke Gereja dan kemudian ke tempat acara resepsi. Karena resepsi/pesta perkawinan dapat ditanggung baik oleh pihak keluarga pria maupun keluarga wanita, maka pihak yang menanggung biasanya yang akan memegang komando pelaksanaan pesta perkawinan. Ada perkawinan yang dilaksanakan secara Mapalus dimana kedua pengantin dibantu oleh mapalus warga desa, seperti di desa Tombuluan. Orang Minahasa penganut agama Kristen tertentu yang mempunyai kecenderungan mengganti acara pesta malam hari dengan acara kebaktian dan makan malam.
Orang Minahasa di kota-kota besar seperti kota Manado, mempunyai kebiasaan yang sama dengan orang Minahasa di luar Minahasa yang disebut Kawanua. Pola hidup masyarakat di kota-kota besar ikut membentuk pelaksanaan upacara adat perkawinan Minahasa, menyatukan seluruh proses upacara adat perkawinan yang dilaksanakan hanya dalam satu hari (Toki Pintu, Buka/Putus Suara, Antar harta, Prosesi Upacara Adat di Pelaminan).
Apabila pihak keluarga pengantin ingin melaksanakan prosesi upacara adat perkawinan, ada sanggar-sanggar kesenian Minahasa yang dapat melaksanakannya. Dan prosesi upacara adat dapat dilaksanakan dalam berbagai sub-etnis Minahasa, hal ini tergantung dari keinginan atau asal keluarga pengantin. Misalnya dalam versi Tonsea, Tombulu, Tontemboan ataupun sub-etnis Minahasa lainnya.
Prosesi upacara adat berlangsung tidak lebih dari sekitar 15 menit, dilanjutkan dengan kata sambutan, melempar bunga tangan, potong kue pengantin , acara salaman, makan malam dan sebagai acara terakhir (penutup) ialah dansa bebas yang dimulai dengan Polineis.
Prosesi Upacara Perkawinan di Pelaminan




Penelitian prosesi upacara perkawinan adat dilakukan oleh Yayasan Kebudayaan Minahasa Jakarta pimpinan Ny. M. Tengker-Rombot di tahun 1986 di Minahasa. Wilayah yang diteliti adalah Tonsea, Tombulu, Tondano dan Tontemboan oleh Alfred Sundah, Jessy Wenas, Bert Supit, dan Dof Runturambi. Ternyata keempat wilayah sub-etnis tersebut mengenal upacara Pinang, upacara Tawa’ang dan minum dari mangkuk bambu (kower). Sedangkan upacara membelah kayu bakar hanya dikenal oleh sub-etnis Tombulu dan Tontemboan. Tondano mengenal upacara membelah setengah tiang jengkal kayu Lawang dan Tonsea-Maumbi mengenal upacara membelah Kelapa.
Setelah kedua pengantin duduk di pelaminan, maka upacara adat dimulai dengan memanjatkan doa oleh Walian disebut Sumempung (Tombulu) atau Sumambo (Tontemboan). Kemudian dilakukan upacara Pinang Tatenge’en. Kemudian dilakukan upacara Tawa’ang dimana kedua mempelai memegang setangkai pohon Tawa’ang megucapkan ikrar dan janji. Acara berikutnya adalah membelah kayu bakar, simbol sandang pangan. Tontemboan membelah tiga potong kayu bakar, Tombulu membelah dua. Selanjutnya kedua pengantin makan sedikit nasi dan ikan, kemudian minum dan tempat minum terbuat dari ruas bambu muda yang masih hijau. Sesudah itu, meja upacara adat yang tersedia didepan pengantin diangkat dari pentas pelaminan. Seluruh rombongan adat mohon diri meniggalkan pentas upacara. Nyanyian-nyanyian oleh rombongan adat dinamakan Tambahan (Tonsea), Zumant (Tombulu) yakni lagu dalam bahasa daerah.
Bahasa upacara adat perkawinan yang digunakan, berbentuk sastra bahasa sub-etnis Tombulu, Tontemboan yang termasuk bahasa halus yang penuh perumpamaan nasehat. Prosesi perkawinan adat versi Tombulu menggunakan penari Kabasaran sebagai anak buah Walian (pemimpin Upacara adat perkawinan). Hal ini disebabkan karena penari Kabasaran di wilayah sub-etinis lainnya di Minahasa, belum berkembang seperti halnya di wilayah Tombulu. Pemimpin prosesi upacara adat perkawinan bebas melakukan improvisasi bahasa upacara adat. Tapi simbolisasi benda upacara, seperti : Sirih-pinang, Pohon Tawa’ang dan tempat minum dari ruas bambu tetap sama maknanya.
 LAGU DAERAH
Minahasa juga merupakan daerah yang memiliki lagu daerah yang cukup dikenal, diantaranya adalah:

a. Esa mokan
b. Luri wisako
Luri wisa ko
Luri wo tumenten e
Luri kayu jati
Luri rerendemen

Di mangkoi u rendem
rendem ku wia niko
ma'an mana numa
tunduan u lenso
Lenso u man puti
ta'an sinujian
lenso sinujian
u ngaran ta dua
c. O ina ni keke
o ina ni keke, mange wisa ko
mangewa aki Wenang, tumeles baleko
o ina ni keke, mangewi sako
mangewa aki Wenang, tumeles baleko
weane, weane, weane toyo
daimo siapa ko tare makiwe
weane, weane, weane toyo
daimo siapa kotare makiwe
d. Opo wananatas
e. Sa aku ika genang
f. Mars Minahasa
Minahasa di ujung Celebes Utara
Itu tanah asalku
Manado, Tonsea, Tondano, Kawangkoan
Ratahan, Amurang
Kalabat, Soputan, Lokon, Dua Sudara
Gunung di Minahasa
Pertemuan mata
Jangan kita lupa

Suatu tempat yang amat subur
Dan lagi tanah yang kaya
Di sana tinggal ibu dan bapa
Serta saudara dan sekalian teman
Minahasa tanah tumpah darahku
Itu ada buah hatiku
Sako mangemo nan tanah jao
Mangemo mi lei lek lako sayang
Minahasa di ujung Celebes Utara
Itu tanah asalku
Manado, Tonsea, Tondano, Kawangkoan
Ratahan, Amurang
Kalabat, Soputan, Lokon, Dua Sudara
Gunung di Minahasa
Pertemuan mata
Jangan kita lupa
g. Si Patokaan
Sayang sayang…sayang sayang….
Sayang sayang, si pa-to- ka-an
Matigo- tigo goro-kan sayang
Sako mangemo nan tanah jauh,
mangemo mi lele lako sayang
sako mangemo nan tanah jauh
mangemo mi lele lako saya

 MUSIK DAERAH
* KOLINTANG
Kolintang adalah instrument musik yang berasal dari Minahasa biasanya Kolintang dipakai sebagai pengiring dari seorang penyanyi lagu-lagu daerah ataupun cuma musik instrumen saja. Kolintang sudah sangat terkenal di Indonesia bahkan juga sudah dipromosikan ke luar negeri. Kolintang dimainkan oleh sebuah regu, biasanya satu regu itu terdiri dari 5 sampai 6 orang.

* MUSIK BAMBU
Musik bambu juga adalah musik tradisional dari Minahasa satu regu terdiri 30 - 40 orang bahkan ada yang lebih. Musik bambu dari Minahasa juga sudah sangat terkenal di Indonesia bahkan tidak jarang acara dari luar Sulawesi Utara yang mengundang 1 regu musik bambu.

 MAKANAN DAN MINUMAN

* Makanan
Dahulu orang selalu berpikir dua kali sebelum melangkahkan kaki menuju rumah makanMinahasa. Pertama, khawatir kalau salah pilih karena nama masakan yang tidak akrab, dan kedua takut kepedasan.
Maklumlah masakan orang Minahasa hampir semuanya pedas mulai dari sup hingga hidangan utamanya. Hampir semuanya memakai cabai rawit atau biasa dipanggil rica anjing. Cabai rawit ini dipanggil dengan nama itu karena orang Manado sejak dulu kalau memasak daging anjing atau RW (rintek wuuk bahasa Tombulu, artinya bulu halus) selalu memakai cabai rawit ini, hingga sebutan itu menjadi pas dan populer. Tapi kini rasa takut untuk makan di resto Manado lambat laun telah hilang. Bahkan kini sebaliknya, hidangan Minahasa banyak dicari para penggemar ”goyang lidah”.
Umumnya orang Minahasa memasak secara tradisional sejak dulu. Jika meracik masakan pada umumnya mereka tidak pernah memakai bahan-bahan penyedap sebagai tambahan agar masakan itu terasa lebih lezat. Hidangan Minahasa pada umumnya sangat menggiurkan karena disandarkan pada bumbu segar seperti daun kemangi, daun jeruk, daun sereh, daun bawang, daun gedi, daun bulat, daun selasih, daun cengkeh, daun pandan, cabai, jeruk limo, lemon cui, jahe dan lainnya. Bahkan jika ditambahkan bumbu penyedap, rasa dan aromanya berbeda.
Salah satu makanan khas Minahasa yang terkenal adalah ayam rica – rica dengan resep :
Bahan – bahan :
1 ekor ayam muda
1 buah jeruk limau
1½ sendok teh garam
5 sendok makan minyak sayur
Bumbu – bumbu :
8 buah cabai merah
10 bird's eye chilies
2 cm jahe segar
1 stalk lemongrass, ambil bagian putihnya saja
2 helai daun jeruk limau
2 buah tomat, dipotong – potong
Cara mengolah ayam rica – rica :
1. Potong ayam menjadi 2 atu 4 bagian, kemudian lumuri dengan garam dan air jeruk limau, diamkan selama 30 menit.
2. Panggang ayam dengan panas yang sedang sampai setangah matang
3. Panaskan minyak sayur, setelah panas, masukan garam dan air jeruk limau, sampai tercium aroma sedap
4. Setelah selesai, tuangkan bumbu yang telah dipanaskan pada yam yang telah dipanggang
5. Panggang kembali ayam yang telah dipanggang setengah matang sampai benar – benar matang.


* Minuman Sauger dan Cap Tikus
Cap Tikus adalah jenis cairan berkadar alkohol rata-rata 40 persen yang dihasilkan melalui penyulingan saguer (cairan putih yang keluar dari mayang pohon enau atau seho dalam bahasa daerah Minahasa). Tinggi rendahnya kadar alkohol pada Cap Tikus tergantung pada kualitas penyulingan. Semakin bagus sistem penyulingannya, semakin tinggi pula kadar alkoholnya. Saguer sejak keluar dari mayang pohon enau sudah mengandung alkohol. Menurut kalangan petani, kadar alkohol yang dikandung saguer juga tergantung pada cara menuai dan peralatan bambu tempat menampung saguer saat menetes keluar dari mayang pohon enau. Untuk mendapatkan saguer yang manis bagaikan gula, bambu penampungan yang digantungkan pada bagian mayang tempat keluarnya cairan putih (saguer), berikut saringannya yang terbuat dari ijuk pohon enau harus bersih. Semakin bersih, saguer semakin manis. Semakin bersih saguer, maka Cap Tikus yang dihasilkan pun semakin tinggi kualitasnya. Kadar alkohol pada Cap Tikus tergantung pada teknologi penyulingan. Petani sejauh ini masih menggunakan teknologi tradisional, yakni saguer dimasak kemudian uapnya disalurkan dan dialirkan melalui pipa bambu ke tempat penampungan. Tetesan-tetesan itulah yang kemudian dikenal dengan minuman Cap Tikus.
Jenis minuman ini diproduksi rakyat Minahasa di hutan-hutan atau perkebunan di sela-sela hutan pohon enau. Dipilih pohon enau-atau saguer karena pohon ini menghasilkan saguer, atau cairan putih yang rasanya manis keasam-asaman serta mengandung alkohol sekitar lima persen. Warung-warung makan di Minahasa pada umumnya juga menjual saguer. Bahkan, sebagian orang desa sebelum makan lebih dulu meminum saguer dengan alasan agar bisa makan banyak. Sisa saguer yang tidak terjual kemudian disuling secara tradisional menjadi minuman Cap Tikus. Kadar alkoholnya, sesuai penilaian dari beberapa laboratorium, naik menjadi sekitar 40 persen. Makin bagus sistem penyulingannya, dan semakin lama disimpan, kadar alkohol Cap Tikus semakin tinggi.
 PARIWISATA

Daerah pariwisata di Minahasa sangat beragam. Mulai dari wisata alam sampai wisata zaman megalithik. Contohnya, antara lain :

• Wisata Megalit Watu Pinawetengan

Jenis megalit lain yang menarik, yang terdapat di Minahasa ialah batu bergores yang ditemukan di Kecamatan Tompaso. Oleh penduduk setempat batu bergores ini disebut sebagai watu pinawetengan. Batu ini merupakan bongkahan batu besar alamiah, sehingga bentuknya tidak beraturan. Pada bongkahan batu tersebut terdapat goresan-goresan berbagai motif yang dibuat oleh tangan manusia. Goresan-goresan itu ada yang membentuk gambar manusia, menyerupai kemaluan laki-laki, menggambarkan kemaluan perempuan, dan motif garis-garis serta motif yang tidak jelas maksudnya. Para ahli menduga bahwa goresan-goresan tersebut merupakan simbol yang berkaitan dengan kepercayaan komunitas pendukung budaya megalit, yaitu kepercayaan kepada roh leluhur (nenek moyang) yang dianggap memiliki kekuatan gaib sehingga mampu mengatur dan menentukan kehidupan manusia di dunia. Oleh sebab itu, manusia harus melakukan upacara-upacara pemujaan tertentu untuk memperoleh keselamatan atau memperoleh apa yang diharapkan (seperti: keberhasilan panen, menolak marabahaya atau mengusir penyakit) dengan menggunakan batu-batu besar sebagai sarana pemujaan mereka.

Masyarakat setempat mempercayai bahwa batu itu merupakan tempat tempat bermusyawarahnya para pemimpin dan pemuka masyarakat Minahasa asli keturunan Toar-Lumimuut (nenek moyang masyarakat Minahasa) pada masa lalu, dalam rangka membagi daerah menjadi enam kelompok etnis suku-suku bangsa yang tergolong ke dalam kelompok-kelompok etnis Minahasa.
Sampai saat ini batu bergores yang sudah ditemukan di Minahasa, baru watu pinawetengan, terdapat di wilayah kerja Kawangkoan namun dapat dianggap sebagai temuan yang cukup penting dan dapat dimasukkan sebagai monumen sejarah, khususnya sejarah kebudayaan masyarakat Minahasa. Watu Pinawetengan terdapat di Desa Pinabetengan Kecamatan Tompaso. Dapat di tempuh dari Kota Tondano dengan kendaraan umum sekitar 1 jam.

• Bukit Kasih Kanonang

Objek wisata Monumen Bukit Kasih terletak sekitar 50 km arah selatan Manado, tepatnya di Desa Kanonang. Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut). Ditempat ini perasaan kasih wisatawan akan digugah. Suasananya terasa menyenangkan sekaligus mengharukan karena disatu tempat bisa dilihat banyak tempat beribadat untuk berbagai agama. Objew wisata Monumen Bukit Kasih merupakan obyak wisata yang dibangun dengan maksud untuk menggugah hati nurani masyarakat akan penting kasih dan persaudaraan.

Bukit Kasih ini merupakan Bukit belerang yang masih alami, dimana disekitar bukit ini dibangun Monumen Bukit Kasih memiliki tinggi 22 meter, berbentuk segi lima sama sisi dan sama tinggi, mencerminkan kebersamaan, persaudaraan lima agama; Kristen Protestan, Katolik, Islam, Hindu dan Budha di Sulut.

• Danau Tondano

Danau indah yang terletak 600 meter dari permukaan laut dengan dikelilingi daerah pegunungan yang rata-rata memiliki ketinggian 700 meter sehingga bentuknya menyerupai sarang burung, dimana banyak orang datang untuk berwisata menikmati udara pegunungan yang sejuk. Keindahan danau tondano dapat dinikmati setiap saat. Danau dengan luas 4,278 Ha terletak kurang lebih 36 km dari Kota Manado atau 1 jam dengan kendaraan umum.

• Air Terjun Kali

Berlokasi di Desa kali kecamatan Pineleng, sekitar 10 km dari manado. Air terjun yang alami dengan air yang bening jatuh ke bawah secara vertikal dari ketinggian 60 meter, sangat cocok untuk santai dan segar untuk mandi, serta sangat mudah dicapai dengan kendaraan umum.

• Pantai Tinggian Kolongan

Kawasan wisata pantai yang berlokasi di Desa kolongan Kecamatan Kombi, terletak tepat di sisi jalan Trans Sulawesi yang menghubungkan Kota Bitung dengan kabupaten Minahasa. Dengan pantai berpasir putih bersih terhampar luas serta beningnya air laut. Kawasan wisata pantai yang sangat unik, karena dikelilingi oleh ladang pertanian dengan tanaman jagung, kacang tanah, kacang hijau dan lain-lain. Dari ketinggian bukit akan terhampar keindahan Gunung Klabat dan Gunung Dua Sudara serta hampatan hamparan laut lepas dan tebing terjal garis pantai. Dapat ditembuh kurang lebih 1 jam dari Kota Tondano atau 2 Jam dari Kota manado dengan kendaraan umum

• Arena Pacuan Kuda Tompaso

Berlokasi di kecamatan Tompaso atau 1,5 jam dari Kota Manado. Secara reguler mengadakan lomba pacuan kuda untuk kuda - kuda yang berada di kabupaten Minahasa. Selain itu di sekitar arena pacuan kuda, pengunjung dapat menikmati atau melihat tempat pemeliharaan kuda pacu yang ada.

• Gua Jepang

Gua ini berlokasi di pinggir jalan antara desa Kiawa dan kota Kawangkoan, mudah dijangkau dari kota manado (45 km). Gua ini dibangun oleh tentara jepang selama Perang Dunia II untuk tempat penyimpanan makanan dan gudang persenjataan. Selain Gua jepang ini disendangan - kawangkoan juga terdapat gua jepang lainnya yang oleh masyarakat disebut Gua 100 kamar. Gua ini masih sangat alami. Untuk mengunjungi tempat ini pengunjung harus berjalan kaki kurang lebih 500 meter, dimana jalan yang dilalui masih jalan setapak.

• Pulutan

Desa ini merupakan desa industri kecil yang memproduksi keramik dari tanah liat. Terletak beberapa km dari Kota Tondano. Pengunjung dapat menikmati pembuatan keramik oleh masyarakat setempat.

• Rafting Dan Air Terjun Sungai Minanga

Rafting dilakukan di sungai Minanga adalah petualangan atau olahraga yang penuh tantangan. Rafting di sungai ini variasi tantangannya dengan tingkat kesulitan dari 3-4. Sungai ini juga mempunyai dua air terjun , satu terletak di Desa Tincep dengan tinggi 70 m dan yang lain di Desa Timbukar dengan tinggi 90 km.

Sungai minanga yang mengalir di kecamatan sonder dan sekaligus merupakan sungai yang masih alami untuk rafting juga menyediakan air terjun yang sangat indah untuk dinikmati. Sungai Minanga adalah tempat pertemuan dari sungai masem dan sungai ranowangko.

Rafting di sungai ini mempunyai tingkat kesulitan yang sangat menantang. Mengikuti pengalaman berafting di sungai minanga memberi kesan sangat menakjubkan, karena disamping mengarungi rintangan sungai, juga dapat menikmati keaslian alam dengan keindahannya yang masih murni diselingi dengan munculnya binatang-binatang kecil disepanjang sungai seperti kelelawar dan lain-lain.

• Ranopaso Dan Pemandian Air Panas

Ranopaso adalah bahasa masyarakat setempat yang berarti air panas, merupakan salah satu tempat pemandian air panas yang ada di kabupaten Minahasa. Pemandian air panas dengan nuansa tradisional ini terletak di Desa Koya Kecamatan Tondano Barat ini sangat mudah di kunjungi karena hanya 3 km dari Kota Tondano. Selain tersedia pemandian air panas di lokasi ini pengunjung dapat juga menikamati kolam air panas untuk berendam. Pemandian air panas alam di kabupaten Minahasa lainnya banyak di jumpai seperti di Tataaran- Tondano, Karumenga, Kinali, Wale Papetaupan-Sonder, dan lainlain.

Pemandian air panas di tataaran juga menyediakn pemandangan yang indah akan pegunungan dan persawahan yang ada di depannya. Ditempat ini juga sangat ideal untuk tinggal menginap, karena disekitar pemandian telah tersedia penginapan. Selain itu tersedia juga kolam pemandian yang alami. Pemandian ini dapat dijangkau dengan mudah karena sangat dekat dengan kota Tondano hanya 3 km atau 15 menit dengan kendaraan umum.

Pemandian air panas mineral dikarumenga adalah tempat yang baik untuk beristirahat sambil berendam. Terdapat di kecamatan Langowan tepatnya Desa karumenga yang jaraknya 50 km dari Kota Manado.

• Sumaru Endo

Berada di samping Danau Tondano, tempat yang ideal untuk olahraga air seperti Ski Air, pemancingan, dan boating. Bungalow dan restoran juga dilengkapi didaerah ini serta kolam pemandian air panas.

Terletak kurang lebih 13 km dari Tondano atau 45 km dari Kota manado. Antara Sumaru Endo dan Kota tondano terdapat panorama yang indah hamparan padi dan persawahan yang berada di sisi kiri kanan jalan. Hal ini akan membuat perjalanan ke Sumaru Endo makin menyenangkan.

• Pantai Kalasey

Terletak di sebelah barat kota manao, pantai ini juga menawarkan hal yang sama dengan yang lain, dengan pemandangan pulau bunaken dan manado tua.
Di pantai kalasey terdapat beberapa restoran yang berjajar di pantai menyediakan berbagai makanan sari laut, khususnya ikan bakar, dengan aroma dan rasa khasnya yang mengundang selera.

• Wisata Agro Tampusu

Tampusu adalah sebuah desa berbukit, terletak sekitar 20 kilometer sebelah utara Kota Tondano. Sebagai desa yang terletak di daerah pegunungan Tampusu menawarkan agro wisata yang sangat menarik dengan ekologinya yang indah dan utuh. Kegiatan hortikulturnya yang begitu luas dan beraneka ragam seperti sayur-mayur, kopi, panili, jagung dan sebagainya lebih menambah keindahan pemandangan dengan suasana lingkungannya yang asri, nyaman dan segar. Peternakan Sapi dan Kuda serta unggas yang dilakukan masyarakatr setempat menjadikan sebuah atraksi yang sangat menarik untuk saksikan. Desa Tampusu juga menjadi jalur alternatif dari Kecamatan Sonder menuju Remboken/Tondano dengan melewati persawahan yang indah, jalan pedesaan yang masih asri. Tampusu juga sangat menarik untuk kegiatan pendakian bukit yang berada di sekitar desa tersebut.


• Makam Kyai Modjo

Salah satu penasehat Pangeran Diponegoro pada Perang Diponegoro (tahun 1825-1830), ia diasingkan di Manado tepatnya di Tondano dan wafat pada tahun 1848. Keturunan Kyai Modjo berkembang dan sekarang dikenal dalam satu Desa yaitu Kampung jawa karena merupakan keturunan orang jawa pertama di Tondano. Makam ini sangat dekat dengan Kota Tondano, kira 4 Km dari Pusat Kota.

• Makam Tuanku Imam Bonjol

Bangunan Makam Tradisional ini mengingatkan Pahlawan Nasional Tuanku Imam Bonjol dari Minangkabau Sumatera Barat, yang diasingkan di Manado dan wafat pada tahun 1864 di Desa Lota kecamatan Pineleng. Makam ini sangat dekat dari Kota manado hanya sekitar 5 km.

• MONUMEN DR SAM RATULANGI
Monumen DR. Sam Ratulangi ini terletak di Kelurahan Wawalintouan Kota Tondano. DR. Sam Ratulangi yang adalah Pahlawan Nasional, adalah Putra Minahasa yang wafat pada Tahun 1949. Ia juga merupakan Gubernur Pertama di Sulawesi.

 HASIL KEBUDAYAAN MEGALITHIK

* Waruga

Dalam bahasa kuno Minahasa, kata waruga berasal dari dua kata: wale dan maruga. “Wale artinya rumah, dan maruga artinya badan yang hancur lebur menjadi abu. Salah satu sisa megalit yang begitu terkenal dan dominan di Minahasa adalah waruga (peti kubur batu). Ini bukan sembarang peti kubur biasa. Yang istimewa, peti kubur ini terdiri atas dua bagian: badan dan tutup. Tiap-tiap bagian itu terbuat dari sebuah batu utuh (monolith). Umumnya, berbentuk kotak segiempat (kubus) untuk bagian badannya dan hanya sedikit yang berbentuk segidelapan atau bulat. Di dalam bagian badan waruga terdapat rongga sebagai kubur jasad orang yang meninggal. “Posisi mayat di dalam batu ini dalam keadaan jongkok, sesuai posisi bayi dalam rahim ibu. Yang laki-laki, tangan berada dalam posisi kunci tangan dan perempuan kepal tangan,” papar Anton Tahuna (38) juru kunci kompleks waruga Sawangan, Kecamatan Airmadidi, Kabupaten Minahasa. Posisi mayat tersebut terkait dengan filosofi manusia mengawali kehidupan dengan posisi jongkok dan semestinya mengakhiri hidup dengan posisi yang sama. Filosofi ini dikenal dalam bahasa lokal adalah whom. Setiap waruga biasanya dipakai untuk satu famili. Ada juga waruga yang dipersiapkan untuk mayat yang berasal dari kesamaan profesi sebelum wafat. Di dalam waruga seringkali ditemukan tulang-tulang manusia yang berasosiasi dengan benda lain, macam keramik Cina, perhiasan, alat-alat logam dan manik-manik. “Waktu dikubur, barang-barang kesayangan mereka semasa hidup harus disertakan juga sebagai bekal kubur. Karena itu, di bagian bawah mayat ada piring yang besar. Maksudnya, supaya perhiasan tadi tidak jatuh ke bawah tetapi justru jatuh ke piring tadi.

* Watu Pinawetengan

Batu ini merupakan bongkahan batu-batu besar alamiah, sehingga bentuknya tidak beraturan. Pada bongkahan batu tersebut terdapat goresan-goresan berbagai motif yang dibuat oleh tangan manusia. Goresan-goresan itu ada yang membentuk gambar manusia, menyerupai kemaluan laki-laki dan perempuan dan motif garis-garis serta motif yang tak jelas maksudnya. Para ahli menduga, goresan-goresan ini merupakan simbol yang berkaitan dengan kepercayaan komunitas pendukung budaya megalit.

Watu Pinawetengan telah sejak lama menjadi tempat permohonan orang, seperti kesembuhan dari penyakit dan perlindungan dari marabahaya. Dengan melakukan ritual ibadah yang dipandu seorang tonaas (mediator spiritual), sebagian orang percaya doa mereka akan cepat dikabulkan. Arie Ratumbanua – juru kunci Watu Pinawetengan – menegaskan, masyarakat yang datang ke sini bukan bertujuan menyembah batu, melainkan menjadikan batu sebagai tempat atau sarana ibadah. Soal asal-usul batu ini, masyarakat setempat percaya di sinilah tempat bermusyawarah para pemimpin dan pemuka masyarakat Minahasa asli keturunan Toar-Lumimuut (nenek moyang masyarakat Minahasa) pada masa lalu. Para pemimpin itu bersepakat untuk membagi daerah menjadi enam kelompok etnis suku-suku bangsa yang tergolong ke dalam kelompok - kelompok etnis Minahasa.





















BAB III
PENUTUP


Pulau Sulawesi di huni oleh beranekaragam suku bangsa, dimana masing-masing mempunyai ciri khas dan keunikan tersendiri diantaranya suku-suku bangsa tersebut, salah satunya suku Minahasa yang mendiami daerah pada bagian Timur Jazirah Sulawesi Utara.

Suku Minahasa memiliki berbagai macam kebudayaan yang merupakan kekayaan dari daerahmya. Berbagai macam kebudayaan ini merupakan hasil dari cipta, rasa, dan karsa manusia yang perlu dijaga kelestariannya.

Dari berbagai macam keebudayaan yang ada pada setiap suku berbeda-beda, hal ini terkait adanya perbedaan secara demografi astronomi, serta Sumber Daya Manusia yang menempati daerah tersebut.















LAMPIRAN

Tari Kabasaran Pakaian Tari Kabasaran Kabasaran







Rumah Adat Minahasa



Tulisan Purbakala Minahasa





Menyuling Cap Tikus secara traditional



DANAU TONDANO


RAFTING





DANAU KALASEY


KOLINTANG


TARI KATRILI










WARUGA


MUSIK BAMBU





MAKAM KYAI MODJO



PAKAIAN ADAT


TEMPAT SHOLAT IMAM BONJOL


GUA JEPANG


WATU PINWETENGAN WATU TUMOTUA



Air Terjun Kali











PETA MINAHASA

















0 komentar: